Sunday, August 13, 2006

Karena kita nggak bisa 'deal' dengan alam....

dibalik bencana ada suka...

Setelah tiga bulan berlalu kota Jogja dan sekitarnya kini terlihat mulai menggeliat membenahi puing-puing reruntuhan pasca amukan gempa dengan ribuan korban serta kerugian materi yang mencapai milyaran rupiah. Spanduk atawa banner tampak menghiasi berbagai ruas jalan. 'Jogja Bangkit', 'Ayo Bangkit Mandiri', 'Holobis Kuntul Baris Ojo Pijer Nangis' (berbaris menggalang kekuatan jangan hanya menangis), itulah sedikit contoh dari begitu banyaknya kata-kata yang sempat terbaca dan 'nyantel' di ingatan.

Tampaknya mereka para korban gempa ini 'sumeleh' alias pasrah dan nrimo (menerima) saja terhadap keadaan yang sedang mereka alami. Sangat kontras dengan reaksi pihak luar yang bersemangat untuk membantu mengurangi penderitaan para korban, "ayo bantu...bantu..."
Lebih-lebih mereka yang berkedok membantu tapi demi memenuhi kepentingan pribadi, yah...provokator-provokator itu....berperan mengambil kesempatan dalam kesempitan.

Sesungguhnya para korban itu tidak menuntut bantuan yang berlebihan sampai suatu saat muncul janji-janji muluk dari pemerintah. Pemberian jaminan hidup 90 ribu per orang untuk tiga bulan ternyata 'blong'....prakteknya hanya sebulan saja dan belum seluruh kecamatan terjangkau. Janji pemberian dana pembangunan rumah berdasarkan tingkat kerusakan rumahpun cuma isapan jempol doang. Katanya rumah rusak ringan menerima santunan 5 juta, 10-15 juta untuk kerusakan yang agak berat sedangkan 30 juta bagi rumah rusak parah hingga ambruk. Oleh karena bantuan yang diharapkan belum juga mengalir maka muncul kasak-kusuk dari warga...
"Kalo mau cepet dikasih dana, ambrukin aja sekalian rumahnya...."
Nah..udah gitu ada saja yang percaya. Tapi malangnya, rumah terlanjur sudah ambruk belom juga ada dana mengalir, bahkan kabarnya untuk rumah ambrukpun kini hanya akan menerima santunan sebesar 4 juta... itu juga baru katanya lho, belum cair....
"Piye to iki....pemerintah janji kok 'mencla-mencle'....mendingan nggak usah janji-janji jadi kita nggak 'ngarep-arep' (mengharap)" tuh dengerin kekecewaan mereka.....

Kini roman-romannya mereka para korban gempa sudah imun dengan janji-janji manis yang hanya menciptakan angan-angan serta mematikan sikap kemandirian dan jiwa gotong royong. Dan merekapun dengan suka hati tetap tinggal ditenda-tenda yang diberikan oleh pihak perorangan maupun swasta.
" mBangun rumahnya nanti kalau uang sudah terkumpul, kalau ada yang mBantu ya Alhamdulilllah..." gitu kata salah satu warga korban gempa yang tampaknya sudah kerasan didalam tenda besarnya lengkap dengan ruang tamu, televisi 14 inci dan tempat tidur....
Suatu saat ketika gempa susulan terjadi mereka juga sudah tidak panik dan tetap tinggal dalam tenda menikmati ayunan lindu...
"Tenang aja.... kalau tendanya ambruk paling cuma 'ketiban' bambu bukan glondongan kayu.....
paling pol kepala benjol kulit perih..." weleh..weleh...masih aja bisa bercanda...

Dibalik bencana ternyata ada suka. Yap!! berhubung saking banyaknya bantuan dari pihak luar Jogja/asing maka dibutuhkan banyak tenaga lokal untuk dipekerjakan sebagai tenaga bantu untuk melancarkan pendistribusian sumbangan dari luar negri termasuk koki masak untuk menyediakan makanan para 'londo' alias 'bule' tersebut. Lumayan sehari 50 ribu, sebulan 1.5 juta rupiah bukanlah jumlah yang sedikit. Makanya si Uning juru bebenah dirumah ibuku bisa kipas-kipas selama 3 bulan ini, lha Budi suaminya tukang becak yang biasa mangkal diseputar Kraton Ngayogyakarta ketiban rejeki dapat kontrak untuk bantu-bantu para 'londo' yang menggelar tenda-tenda darurat didepan kraton.
" Wwaah...tapi 'kecut' bu....tanggal 15 Agustus ini kontrak sudah habis, ya narik becak lagi.....padahal sepi jee...cuma 3 ribu dari Malioboro puter-puter ke Kraton terus beli oleh-oleh Bakpia Pathok balik lagi ke Malioboro, nggak ada yang mau naek...." gitu keluh si Uning....
Wah lha gimana lagi....masak mau dapat rejeki lumayan harus ada bencana dulu....

Pada kenyataannya wisata bencana emang sedang trend di Jogja, sebut aja wisata gempa di Bantul, Imogiri dan sekitarnya begitu juga dengan Lava Tour Merapi didaerah Kali Adem tidak jauh dari Kaliurang. Dengan biaya masuk 5 ibu rupiah kita bisa menyaksikan dari dekat Gunung Merapi beserta materialnya dan kerusakan yang ditimbulkan akibat letusannya baru-baru ini. Dari sini kita bisa meyakini kebesaran Allah, hanya dalam sekejap mata Allah bisa menjadikan bumi ini hancur atau makmur. Dan dari wisata bencana ini pula kita juga bisa memberikan pembelajaran kepada anak-anak kita untuk diturunkan kepada generasi selanjutnya agar selalu waspada pada gejolak dan gejala alam supaya tidak banyak jatuh korban lagi.
Hanya itu yang bisa kita lakukan, karena kita nggak bisa 'deal' dengan alam.....

4 comments:

just Endang said...

yah...temenku yg msh punya tanah,skrg dijual utk biaya mbangun rumah yg roboh kena gempa.daripada kelamaan katanya...tapi ya,hari gini,bisa cepat laku apa tidak ya?

Anonymous said...

Kita yang di Jogja emang udah nggak ngarepin bantuan pemerintah yang ternyata cuman janji doang. Living cost yang katanya 3x prakteknya cuman sekali, dan dana bangun rumah yang katanya 30 juta prakteknya cuma mau dikasih 5 juta, itu pun kalau memang dananya betul2 ada. Nunggu bantuan pemerintah turun kapan bangun rumahnya keburu musim hujan tiba.

Anonymous said...

tapek no wong yoja emang hebat kok. ndak usah nunggu kamarintah wong mung ngapusi thok ya nduk ..

Anonymous said...

Bencana alam, karunia alam, cobaan kek, hukuman kek, apapun bisa disebut, smua bisa merubah mental dan perilaku. Tergantung orangnya gimana mau menyikapinya.