Thursday, April 29, 2010

Episode akhir pekan

Sore itu aku memang sedang berada di tempat tidur dalam kondisi badan tubuh melungker karena menahan sakit perut yang hebat. Kesakitan di setiap datang bulan yang sudah 3 bulan ini aku rasakan akibat adanya polip di dalam rahim dan baru terdeteksi sekitar 3 minggu yg lalu, Meskipun tidak seberapa jika dibandingkan dengan kesakitan yang aku rasakan ketika kista sebesar 9.8 cm bersarang di depan ovariumku 6 tahun yang lalu, tapi sakit akibat pertumbuhan polip 1 cm ini cukup menggigit. Akibat menahan rasa sakit perasaan menjadi tidak menentu, serba salah serta mengurangi kualitas hidupku.

Terlintas untuk menulis "suffering" di status BB ku ketika rasa sakit sedang jeda.
Ping ! Tiba2 seorang sahabat baikku nge ping mengajakku chatting.
" Kamu kenapa ...?" dia bertanya.
" Aku sedang menderita sakit karena...bla..bla..bla.."
" Sudah di syukuri saja, kamu ini baru dikasih sakit sedikit saja sudah mengeluh"
" Lha mosok gangguan hormonal yg bertanggung jawab atas kista n polip ini baru hilang kalau sudah menopouse ?..halah kan luama buangeth!"
kataku setengah putus asa.
" Wah...Kamu itu harus bersyukur ! Dulu sebelum sakit itu ada, bertahun-tahun merasakan enak kamu diam saja. Masih untung kamu mampu untuk berobat, coba bayangkan orang lain dengan penyakit sama tapi tidak berdaya untuk menghilangkan rasa sakit itu."

Terus terang saat itu aku sedikit sebal. Sedang sakit2nya malah diceramahin, padahal boro2 dinasehati diajak bicara biasa2 saja rasanya ingin mengeluarkan golok. Diajak bercanda malah muka ditekuk, yang ada dalam benak hanya istirahat dalam posisi njingkrung melengkung berusaha tidur lelap untuk mengusir rasa sakit.

Kala itu sempat aku berkata dalam hati, " Coba aku bisa mentransfer rasa sakitku dan kamu bisa merasakan sakitku, pasti kamu tidak akan berkata begitu " ..

Namun di akhir pekan yang sudah berseri ini aku mencoba kembali merenungi apa yang dikatakan temanku beberapa hari yang lalu.
Betapa sekarang saya dengan mudah mengucapkan syukur tak terhingga atas segala nikmat yang telah Dia berikan kepadaku dan keluargaku. Limpahan kemudahan, kesenangan, dan kebahagian ini merupakan ujian yang harus disyukuri. Memang tidak adil jika aku mengeluh karena ujian sakit sampai membuatku lupa untuk bersyukur. Sungguh tidak seimbang jika tangis keluhan lebih banyak dibandingkan dengan tawa kebahagiaan. Dan sangatlah serakah jika sikap menuntut lebih berat daripada sikap menerima.

Ya Allah, ampuni kekhilafan hambamu. Mulai sekarang aku berjanji untuk menyentil telingaku agar selalu ingat mengucap syukur, bersyukur dalam segala keadaan agar kita tidak sombong kepada Sang Pencipa dan kepada sesama.

Sunday, April 04, 2010

Andai saja ber hompimpah bisa menyelesaikan masalah ....

Hompimpah alaiyum gambreng pok Ijah pakai baju rombeng....gambreng !..gambreng...!..
Kemudian terdengar lagi....suit..jreng!..suit jreng..!
Lucu memang melihat anak2 bermain hompimpah, jadi teringat masa2 kecil dulu.

Sore itu pengunjung pantai Anyer memang sedang banyak. Tapi riuhnya suara hompimpah tadi bukanlah suara anak-anak yang sedang mencari siapa diantara mereka harus berjaga dalam permainan petak umpet atau semacamnya, melainkan untuk menentukan siapa yang berhak mendapatkan hak atas sewa tikar dari pengunjung pantai. Mereka akan terus berhompimpah sampai dapat menentukan pemenangnya tanpa menghiraukan protes pengunjung yang sudah tidak sabar untuk menikmati semilir angin laut sambil duduk diatas tikar sewaan.
" supaya cepat dan biar semua dapat pakai nomer saja, jangan pakai hompimpah..." celetuk salah satu pengunjung ...

Usulan pengunjung bisa diterima tapi berhompimpah tetap dipilih sebagai solusi untuk menentukan pemenang.Sedangkan hasilnya akan mereka terima dengan lapang dada tanpa ada interupsi, zonder basa-basi, maupun iri dengki. Untuk selanjutnya tikar dengan harga sewa 10 rebu itu pun digelar, boleh dipakai sepuasnya. Adegan berikutnya mereka kembali tertawa-tawa bermain dengan teman sebaya sambil menunggu pengunjung berikutnya datang.

Begitulah ciri khas gaya anak-anak, simpel dan polos. Hati rasanya adem melihat kerukunan yang ikhlas diantara mereka. Ironis jika dibandingkan dengan perilaku orang dewasa yang sangat sarat dengan berbagai permasalahan. Ribut sudah menjadi bagian dari kebiasaan disamping juga sebagai bumbu penyedap dalam menyelesaikan setiap persoalan. Malah seolah menjadi semboyan yang sangat disukai saat ini "Kalau masih bisa diributkan kenapa tidak diributkan saja ?" Apalagi yg berkaitan dengan kekuasaan maupun uang, biyuh..biyuh..bisa bikin orang lupa daratan. Biar sudah diberi jatah tapi sifat rakus masih saja merayu manusia untuk merebut, mengembat atau mengangkangi hak orang lain.

Mungkin harus ada sosok penggede yang bisa dijadikan suri tauladan bagi rakyat biasa, tapi hare gene contoh model sudah susah dicari ( baca: memang masih ada ?). Atau mungkin orang dewasa perlu belajar kembali menjadi anak kecil, berfikir simpel jauh dari pura-pura dan tipu daya.
Melakukan sesuatu hanya karena satu tujuan bukan karena ada udang di balik tepung maupun karena adanya gula dibalik kerumunan semut.
Tapi bisa nggak yah...?
Argh... andai saja ber hompimpah bisa menyelesaikan masalah ....